Sabtu, 24 Januari 2009

Sang Kesatria

Pohon-pohon besar nan hijau lebat berjajaran di sepanjang jalan tanah yang lembab dan di beberapa tempat becek tergenang air. Bambu-bambu dalam rumpun-rumpun di tepi Bengawan Solo bergoyang-goyang oleh angin sepoi. Suasana sunyi dan teduh, sinar matahari tidak mampu menembus lebatnya dedaunan diatasku. Yang beberapa kali terdengar hanya suara burung derkuku dan burung – burung pengicau lainnya. Sebentar sebentar terdengar suara mesin sepeda motor lewat atau suara orang – orang lewat dengan sepeda angin yang hanya sesekali saja. Waktu itu aku sedang diajak oleh ayahku berburu burung di Jipang, desa yang begitu subur karena sungai bengawan solo selalu meninggalkan lumpur humus yang subur selesai membanjiri desa-desa yang dilewatinya.

Saat itu aku masih SD. Aku merasa gembira jika diajak ayahku untuk berburu burung seperti saat itu. Ayahku saat itu usianya masih muda, baru tigapuluhan dan senang sekali mengajak anak pertamanya yaitu aku untuk berburu burung dengan senjata senapan anginnya. Ayahku menyuruhku untuk diam ketika dia mendengar suara dengkuran derkuku berada didekatnya. Aku di suruh menunggu. Aku lalu melihat tamasya di sekelilingku. Tepat ditempat aku disuruh menunggu itu kata ayahku yang seingatku kata ayah berasal dari perkataan kakekku, sedangkan kakekku aku tidak tahu mendapat sumber dari mana karena dia sudah meninggal waktu aku masih balita, tepat di sekelilingku itu konon adalah bekas Bengawan Sore.

Ayahku bercerita bahwa bengawan sore itu merupakan semacam sungai buatan yang melingkari Jipang. Sungai itu ada pada saat Jipang masih merupakan suatu kadipaten yang wilayahnya meliputi seluruh wilayah kabupaten Blora sekarang, dibawah Kerajaan Demak. Arya Penangsang atau Arya Jipang menurut berbagai sumber dan juga menurut ayahku adalah seorang yang sakti mandraguna. Ialah yang memerintah kadipaten Jipang sekitar abad 16 M sewaktu bengawan sore masih ada, dan mungkin dia jugalah yang membuat bengawan sore itu. Menurut cerita ayahku sungai itu dinamai bengawan sore karena airnya akan pasang dan penuh pada sore hari, mungkin karena pengaruh gravitasi bulan seperti kata guruku pada pelajaran IPA pada saat aku masih SD. Menurut berbagai sumber yang kubaca, sungai bengawan sore ini telah di mantrai oleh Sunan Kudus yang merupakan guru dari Arya Penangsang, barang siapa yang menyeberangi bengawan sore ini akan celaka. Kesimpulanku sungai bengawan sore ini berfungsi sebagai pengairan bagi sawah penduduk sekaligus sebagai parit pertahanan dari serangan musuh dari luar, seperti kota Madinah yang di kelilingi parit ketika di kepung oleh suku Quraisy dalam peristiwa perang Khandaq.

Beberapa puluh meter disebelah tenggara tempatku berada saat itu, di sebelah kanan jalan terdapat areal pemakaman. Di muka areal pemakaman itu yang menghadap ke jalan terdapat suatu areal yang di pagari oleh kain mori putih yang melingkar yang luasnya seingatku sekitar separuh lapangan bola. Walaupun terdapat keinginan, tetapi sampai sekarang aku tidak berani melihat apakah sebenarnya yang terdapat di dalam areal itu. Pernah ayahku melarangku untuk sekedar menengok ke dalamnya. Kata ayahku itu adalah bekas kraton Arya Penangsang. Sedang menurut cerita lain yang kudengar entah dari siapa aku sudah lupa, bahwa areal itu adalah kuburannya Arya Penangsang sendiri. Tetapi ayahku bilang bahwa Arya Penangsang tidak pernah diketahui dimana kuburannya, karena pada saat meninggal tubuhnya dibawa lari oleh kudanya dan lari entah kemana. Pendapat ayahku ini didukung pula oleh sebuah buku yang sempat kubaca tentang asal-usul nama daerah daerah di sekitar Cepu yang dipinjamkan oleh seorang pamanku. Sayang sekali buku tersebut ketika ku tanyakan kepada pamanku ternyata telah hilang entah kemana. Dan di areal pemakaman tersebut terdapat pula makam santri songo yang setiap tahun selalu di diadakan ditempat itu upacara sedekah bumi dan diramaikan oleh pagelaran wayang krucil. Wayang krucil yaitu wayang yang terbuat dari kayu sejenis dengan wayang golek. Tentang Santri Songo akan kuceritakan di lain waktu.

Ceritaku kali ini mengenai semacam biografi Arya Penangsang. Cerita kudapat dari berbagai sumber lisan maupun tulisan. Bagi yang tertarik silahkan membaca. Apabila pembaca menganggap tulisanku ini kurang tepat mohon koreksinya.

Arya Penangsang, dari sumber sumber yang kubaca merupakan anak dari Raden Kikin atau Pangeran Sekar Seda ing Lepen, anak dari Raden Patah, pendiri kerajaan Demak. Ibu Arya Penangsang merupakan anak dari Adipati Jipang sehingga kemudian ia mewarisi tahta Adipati Jipang. Arya Penangsang juga mempunyai saudara lain ibu yang bernama Arya Mataram.

Cerita sejarah perebutan kekuasaan Kerajaan Demak yang banyak memakan korban ini dimulai pada saat Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor gugur saat memimpin pasukan yang berusaha mengusir kekuasaan Portugis di Malaka tahun 1521. Raden Kikin dan Raden Trenggono, adik adik Pati Unus kemudian berebut kekuasaan.
Anak Raden Trenggono yang bernama Raden Mukmin menyuruh utusan agar membunuh Raden Kikin, lalu Gugurlah Raden Kikin di tepi sebuah sungai ketika baru pulang dari Sholat Jum’at, sehingga ia kemudian di juluki Pangeran Sekar Seda ing Lepen ( Bunga Gugur di Sungai ). Sultan Trenggono pun naik tahta kerajaan Demak hingga Ia gugur di Panarukan, Situbondo tahun 1546, kemudian digantikan oleh anaknya Raden Mukmin dengan gelar Sunan Prawoto.

Konon saat Raden Kikin gugur, bayinya dihanyutkan di sungai agar selamat dari para pembunuh. Bayi tersebut kemudian tersangkut di tetumbuhan di pinggir sungai dan ditemukan oleh Sunan Kudus kemudian diberi nama Arya Penangsang ( Penangsang = Tersangkut ). Sesudah dewasa Arya Penangsang mewarisi tahta kadipaten Jipang.
Dengan dukungan gurunya Sunan Kudus, Arya Penangsang membalaskan dendam ayahnya Raden Kikin dengan mengirimkan utusan bernama Rangkud untuk membunuh Sunan Prawoto. Akhirnya Rangkud dan Sunan Prawoto sama sama tewas saling membunuh tahun 1549.
Ratu Kalinyamat penguasa di Jepara adik dari Sunan Prawoto mengetahui bahwa Sunan Kudus terlibat dalam pembunuhan kakaknya. Ia kemudian menemui Sunan Kudus untuk minta pertanggungjawaban. Sunan Kudus hanya member jawaban bahwa Sunan Prawoto meninggal karena karma.

Saat Kalinyamat kembali ke Jepara, Pasukan Jipang menyerbunya hingga suaminya gugur. Hal ini semakin membuat dendam Ratu Kalinyamat pada Arya Penangsang kemudian ia melakukan Tapa Wuda Sinjang Rambut di Gunung Danaraja. Konon ia bertapa telanjang bulat dan tubuhnya hanya ditutupi oleh rambutnya.

Perebutan kekuasaan Demak yang kosong terjadi. Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir atau Mas Karebet, Adipati Pajang menantu dari Sultan Trenggono merupakan saingan terberat Arya Penangsang. Arya Penangsang merasa lebih berhak atas tahta Demak karena Ia masih cucu dari Raden Patah, sedangkan Hadiwijaya hanyalah anak menantu dari sultan Trenggono. Penangsang kemudian mengirimkan empat orang utusan dipersenjatai dengan keris andalanya Setan Kober untuk membunuh Hadiwijaya. Namun dengan kesaktiannya Hadiwijaya dapat mengalahkan keempat utusan ini, dan memulangkan keempatnya dengan hormat ke Jipang. Kemudian ganti Hadiwijaya sendiri pergi ke Jipang untuk mengembalikan keris Setan Kober Arya Penangsang. Keduanya kemudian terlibat pertengkaran tetapi dapat didamaikan oleh Sunan Kudus. Arya Penangsang kemudian di suruh sunan Kudus untuk berpuasa 40 hari untuk meredamkan emosinya yang labil.

Dalam perjalanan pulang ke Pajang, rombongan Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja tempat Ratu Kalinyamat bertapa. Ratu Kalinyamat mendesak Hadiwijaya agar segera menumpas Arya Penangsang. Ia yang mengaku sebagai pewaris takhta Sunan Prawoto berjanji akan menyerahkan Demak dan Jepara jika Hadiwijaya menang. Hadiwijaya segan memerangi Penangsang secara langsung karena merasa sebagai sesama anggota keluarga Demak. Maka diumumkanlah sayembara, barangsiapa dapat membunuh Adipati Jipang tersebut, akan memperoleh hadiah berupa tanah Pati dan Mataram.
Kedua kakak angkat Hadiwijaya, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi dengan Ki Juru Martani sebagai pengatur siasat mendaftar sayembara. Hadiwijaya memberikan pasukan Pajang dan pusaka Pajang Tombak Kyai Plered untuk membantu karena anak angkatnya, yaitu Sutawijaya putra kandung Ki Ageng Pemanahan yang saat itu masih begitu muda ikut serta.

Ketika pasukan Pajang datang menyerang Jipang, Arya Penangsang sedang berpesta merayakan keberhasilannya berpuasa 40 hari. Surat tantangan atas nama Hadiwijaya, yang diberikan dengan mengaitkannya pada telinga seorang pencari rumput kuda Arya Penangsang yang telah terpotong, membuat Arya Penangsang tidak mampu menahan emosi.
Meskipun sudah disabarkan Arya Mataram, Penangsang tetap berangkat ke medan perang.

Perang antara pasukan Pajang dan Jipang terjadi di dekat Bengawan Sore. Penangsang yang menaiki kudanya Gagak Rimang melakukan kesalahan dengan menyeberangi bengawan sore. Hal ini disebabkan karena Gagak Rimang menjadi tidak terkendali karena melihat kuda betina Sutawijaya yang dipotong ekornya, sehingga alat vitalnya kelihatan. Hal ini juga merupakan strategi dari Ki Juru Martani. Begitu Arya Penangsang menyeberang bengawan sore, langsung saja perutnya di tikam dengan tombak Kyai Plered hingga robek oleh Sutawijaya. Meskipun demikian Penangsang tetap bertahan. Ususnya yang terburai dililitkannya pada gagang keris yang terselip dipinggang.

Walaupun perutnya sudah robek, penangsang berhasil meringkus Sutawijaya. Sebenarnya Penangsang tidak tega membunuh sutawijaya karena masih keponakannya sendiri. Tetapi Ki Juru Martani yang ahli siasat melihat sesuatu yang lain. Ia malah memprovokasi Penangsang untuk segera membunuh Sutawijaya. Akhirnya Penangsang terprovokasi juga, ia lalu hendak membunuhnya dengan Setan Kober. saat mencabut keris Setan Kober untuk membunuh Sutawijaya, usus Arya Penangsang terpotong sehingga menyebabkan kematiannya.

Dalam pertempuran itu Ki Matahun patih Jipang tewas pula, sedangkan Arya Mataram meloloskan diri. Sejak awal, Arya Mataram memang tidak pernah sependapat dengan kakaknya yang mudah marah itu. Kelak di kemudian hari Sutawijaya mendirikan kerajaan Mataram Islam di daerah Jogjakarta dan menjadi raja pertama dengan gelar Panembahan Senopati.

Kisah kematian Arya Penangsang melahirkan tradisi baru dalam seni pakaian Jawa, khususnya busana pengantin pria. Pangkal keris yang dipakai pengantin pria seringkali dihiasi untaian bunga mawar dan melati.

Sepeninggal Arya Penangsang, Jipang sepertinya menjadi semakin mundur sehingga sekarang hanya menjadi sebuah desa yang sunyi dengan pohon pohon besar nya yang lebat, tanahnya yang subur, dan Bengawan Solonya yang sering banjir tiap tahun. Sedangkan bengawan sore, saksi bisu gugurnya seorang kesatria yang berani memperjuangkan hak-haknya, dan bertarung sendirian dengan gagah berani tanpa menggunakan cara - cara yang licik hingga tetes darahnya yang terakhir, kini sudah tidak ada lagi bekasnya.. ( Rofiq )

Kepustakaan
* Arya Penangsang Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
* Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
* H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti
* Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran
Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional
Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
* M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
* Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius